Hingga saat ini kesadaran berasuransi di tengah masyarakat Indonesia sejauh ini masih rendah. Industri asuransi di Indonesia memang terus bertumbuh, akan tetapi bila dibandingkan negeri tetangga seperti Singapura dan Malaysia, industri asuransi di Indonesia masih ketinggalan. Terutama dari sisi penetrasi produk ke masyarakat. Masih rendahnya penetrasi produk asuransi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari tingkat literasi keuangan yang masih rendah.
Berikut ini pandangan keliru yang berkembang di masyarakat, dan bagaimana pandangan yang lebih tepat mengenai asuransi.
1. Membuang Uang Percuma
Masih banyak kalangan yang menganggap, membeli asuransi sama saja membuang uang percuma. Malah, tak sedikit yang menilai membeli asuransi sebagai langkah investasi. Pandangan seperti itu sebenarnya salah kaprah.
Asuransi dalam kamus perencanaan keuangan adalah salah satu strategi manajemen risiko finansial. Dengan membeli produk asuransi, kita mengalihkan risiko keuangan pada pihak ketiga yaitu perusahaan asuransi.
Gampangnya begini, sebagai manusia biasa Anda memiliki risiko untuk sakit. Sakit membuat Anda harus berobat yang menguras biaya. Kondisi sakit juga membuat Anda tidak bisa bekerja. Dengan membeli asuransi kesehatan, ketika risiko sakit itu menimpa Anda, biaya berobat dan kerugian akibat produktivitas yang terhenti, Anda alihkan ke perusahaan asuransi.
Perusahaan asuransi yang akan membayar biaya berobat tersebut. Padahal jika sudah mengetahui berbagai keuntungan dari asuransi pasti merasa bahwa bukanlah hal percuma memiliki asuransi. Contohnya seperti manfaat asuransi jiwa agar yang bisa dirasakan keuarga yang ditinggalkan.
2. Asuransi dan Penghasilan
Banyak yang salah kaprah dalam tujuan membeli asuransi. Pada saat memiliki penghasilan, banyak orang yang langsung membeli asuransi. Padahal langkah ini belum tentu benar. Membeli asuransi diperlukan jika Anda telah memiliki tanggungan seperti anak atau istri.
Saat itulah sebagai pencari nafkah Anda mengalihkan risiko kematian atau kesehatan diri dan keluarga kepada perusahaan asuransi. Jika belum memiliki tanggungan, belum ada kondisi mendesak bagi Anda untuk memiliki asuransi. Memiliki premi asuransi kecelakaan kerja untuk diri anda sendiri tentunya juga penting agar saat hari tua tenang.
3. Asuransi jiwa tak wajib
Demikian juga dengan asuransi jiwa. Selama ini asuransi jiwa sering disepelekan sehingga tak banyak yang membeli asuransi jenis ini. Padahal jika Anda sudah bekerja dan memiliki tanggungan yang akan terpengaruh kesejahteraan hidupnya bila Anda meninggal dunia, maka memiliki proteksi jiwa adalah wajib hukumnya bagi Anda.
Asuransi jiwa tersebut akan berfungsi menggantikan kontribusi finansial Anda kepada para ahli waris yang selama ini menjadi tanggungan Anda. Sebaliknya, bila Anda sudah bekerja tetapi tidak menanggung siapapun, belum perlu bagi Anda membeli asuransi jiwa. Jadi, perlukah anak muda membeli produk asuransi? Untuk asuransi kesehatan, Anda bisa menjadi peserta BPJS Kesehatan, untuk mengcover risiko-risiko terkait kesehatan. Bagaimana dengan asuransi jiwa? Bila Anda saat ini sudah menanggung hidup orang lain, seperti orangtua, adik, atau saudara, maka lebih baik memiliki asuransi jiwa.
4. Salah mengasuransikan diri
Dan jangan salah mengasuransikan diri. Pencari nafkah, suami atau istri, itulah yang diasuransikan. Bukan anak atau istri/suami. Artinya risiko si pencari nafkah ditanggung oleh perusahaan asuransi. Jika mengalami kematian, misalnya, ahli waris seperti anak dan istri, akan tetap menjalani kehidupannya dengan dana risiko dari perusahaan asuransi.
Maklum, masih banyak konsumen yang salah dalam membeli asuransi, terutama asuransi jiwa. Pencari nafkah membeli asuransi untuk anak atau istri, padahal mereka bukan pencari nafkah. Istri, jika sebagai pencari nafkah bersama suami, dapat membeli asuransi jiwa dengan ahli waris anaknya atau keluarganya.
sepertinya saya juga salah satu orang yang belum menyadari pentingnya asuransi hehhee sering menyepelein
BalasHapus